Pengadilan Negeri Sei Rampah Melakukan Sidang Lanjutan Pemalsuan Dokumen  PAPB Des,Desa Pasar Baru Menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana Melalui Platform Zoom

Pengadilan Negeri Sei Rampah Melakukan Sidang Lanjutan Pemalsuan Dokumen  PAPB Des,Desa Pasar Baru Menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana Melalui Platform Zoom

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

SERDANG BEDAGAI -MATAEXPOSE.CO.ID.-Dalam lanjutan persidangan kasus pemalsuan tanda tangan yang yang dilaporkan Siti Zubaidah, Kaur Pemerintahan Desa Pasar Baru, Serdang Bedagai, muncul dugaan kuat terhadap keterlibatan Kepala Desa Pasar Baru, Suriadi alias Rudi Armada. Sidang yang berlangsung di ruang Kartika Pengadilan Negeri Serdang Bedagai pada Senin (12/8) ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Maria Cristine Natalia Barus, S.IP., S.H., M.H., serta Jaksa Penuntut Umum Lusiana Verawati Siregar, S.H.

Suriadi, yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, didampingi oleh tim kuasa hukum Muhammad Erwin, S.H., M.Hum. dan Anwar Effendi, S.H.I.

Sidang menghadirkan saksi ahli Pidana DR. Alpi Sahari, S.H., M.Hum. melalui platform Zoom, memberikan kesaksian penting yang semakin memperjelas dugaan keterlibatan terdakwa Suriadi.Kuasa hukum pelapor, Jonizar, S.H., M.M., C.P.L. ,dalam tanggapannya mengungkapkan,

Menurut keterangan ahli, dugaan pemalsuan yang diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) KUHP mengindikasikan adanya unsur kesengajaan atau dolus dalam penggunaan surat atau keterangan palsu.

Ahli juga menegaskan bahwa tindakan tersebut harus disertai dengan kesadaran pelaku mengenai keabsahan dokumen yang digunakan,” Kata Jonizar, Selasa (13/8) di konfirmasi awak media 

Jonizar menjelaskan, bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan telah cukup jelas menunjukkan bahwa Kepala Desa mengetahui adanya pemalsuan tanda tangan tersebut.

Fakta persidangan menegaskan adanya kesengajaan dari Kepala Desa untuk tetap menggunakan dokumen yang diketahui palsu,” ujarnya.

Lebih lanjut Jonizar mengatakan, sebelumnya dalam persidangan, saksi Nanda Mulyo Prasetyo yang menjabat sebagai Kasi Pelayanan di Desa Pasar Baru, menolak menandatangani dokumen. Ia menyatakan bahwa kegiatan yang tercantum dalam dokumen tersebut tidak pernah dilaksanakan. Bahkan saksi Nanda dalam persidangan menirukan pernyataan kades dengan ucapan.

Walau tanpa ada tanda tangan kalian berkas sudah saya kirim ke atasan,” sebutnya Nanda dalam keterangannya sebagai saksi di persidangan, kata Jonizar.

Lebih lanjut, saat Nanda mempertanyakan penggunaan dana yang dicairkan kepada Kepala Desa, jawabannya hanyalah bahwa dana tersebut digunakan untuk membayar gaji perangkat desa.

Namun, diketahui bahwa gaji perangkat desa seharusnya telah diatur melalui siltap (penghasilan tetap) dalam APBDes, sehingga dana tersebut tidak seharusnya digunakan untuk tujuan lain.

Sementara menurut Jonizar, sebelumnya juga saksi kunci, Sugimin, yang merupakan mantan Sekretaris Desa Pasar Baru dan sudah di jatuhi hukuman dan di vonis selama 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Sergai, juga memberikan keterangan bahwa kepala desa mengetahui, sehingga memperkuat adanya dugaan kesengajaan dari pihak Kepala Desa.

Ia mengungkapkan bahwa dugaannya Suriadi mengetahui adanya pemalsuan tanda tangan namun tetap melanjutkan penggunaan dokumen tersebut.

Sementara itu, sebut Jonizar SH dalam pemaparannya, ahli hukum yang dihadirkan menegaskan bahwa tindakan Kepala Desa yang tidak memastikan keabsahan tanda tangan dalam dokumen tersebut merupakan bentuk kelalaian yang disengaja.

“Pemimpin harus memastikan keabsahan dokumen yang digunakan dalam administrasi desa. Mengabaikan kewajiban ini merupakan bagian dari tindakan sengaja membiarkan pemalsuan terjadi,” jelas Jonizar. menyambung pernyataan tegas ahli.

Terakhir Jonizar menegaskan, dengan keterangan dari para saksi dan ahli Pidana, semakin jelas bahwa Kepala Desa Pasar Baru tidak hanya mengetahui adanya pemalsuan tanda tangan, tetapi juga secara sengaja membiarkan hal tersebut terjadi.

” Kasus ini menegaskan pentingnya integritas dalam menjalankan tugas pemerintahan, terutama dalam penggunaan dokumen dan dana desa,” tegasnya.

Pasal 263 Ayat (2) KUHP mengatur bahwa tindak pidana pemalsuan surat merupakan pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain yang dapat menimbulkan kerugian, baik materiil maupun non-materiil.

Persidangan ini menjadi sorotan karena mengungkap sisi lain dari penyalahgunaan kekuasaan di tingkat pemerintahan desa, yang dapat berdampak luas terhadap kepercayaan publik.

Ikut Pasaribu

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Nanda Author