Pengembalian Uang Bukan Hukuman, PPDI Minta Kejaksaan Periksa Ketua PWI Pusat

Pengembalian Uang Bukan Hukuman, PPDI Minta Kejaksaan Periksa Ketua PWI Pusat

Smallest Font
Largest Font

HUMBAHAS, Mataexpose.Co.Id. -Ketua Umum Organisasi Pers, Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (DPP-PPDI), Feri Sibarani, SH, MH, secara resmi hari ini mengadakan siaran pers terkait sikapnya terhadap isu buruk di dunia Pers Indonesia, yang terus menjadi trending topic, akibat ulah pengurus PWI Pusat, khususnya Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun. (23/04/2024).

Dalam pernyataannya hari ini, di gedung kantor DPP-PPDI, Jalan Darma Bakti No 1C Kota Pekanbaru Riau, Feri Sibarani menegaskan, bahwa perbuatan pengurus PWI Pusat itu telah menciderai nama baik dan marwah Pers (Wartawan) di Indonesia, termasuk wartawan yang berada di bawah naungan Organisasi PPDI dan Organisasi lainya yang bukan konstituen Dewan Pers. 

 "Kami banyak menerima informasi hari ini, terkait persoalan dugaan penyelewengan dan UKW oleh ketua PWI Pusat itu. Katanya beredar kabar, bahwa yang bersangkutan, (Hendry Ch Bangun_red) telah diberikan hukuman dengan mengambilkan dana UKW yang diselewengkan sebesar Rp 1,7 Miliar, " Katanya. 

Namun Feri menyebutkan, bahwa apa yang diberitakan terkesan mengabaikan konsekwensi hukum secara pidana, mengingat perbuatan pengurus PWI Pusat menurut informasi di berbagai media dapat di golongkan sebagai tindak pidana korupsi. Hal itu di rinci oleh Feri Sibarani, manakala sumber dana UKW yang konon sudah diselewengkan sebesar Rp 1,7 Miliar, adalah hasil pemberian dari kekayaan Negara melalui BUMN. 

 "Pemberitaan itu menurut saya adalah bersifat Absurd, atau tidak jelas yang dimaksud sebagai hukuman. Apakah perbuatan Hendry Ch Bangun itu sebagai tindak pidana korupsi, atau bukan, mustinya di uji melaui serangkaian penyelidikan atau penyidikan oleh penegak hukum, khususnya kejaksaan. Itu sudah tidak dapat lagi dikategorikan sebagai sekedar tindak pelanggaran etika, karena sudah melibatkan dana negara, dan juga sudah menghianati kepercayaan publik terhadap Pers. Selebihnya, pengembalian uang pun bukan menghilangkan sanksi pidana, sesuai dengan Undang-Undang, " Urai Feri Sibarani, yang merupakan lulusan Magister Hukum Universitas Lancang Kuning ini menambahkan. 

Atas pernyataannya itu, Feri kemudian memaparkan Pengertian Korupsi berdasarkan pemahaman yang di akui secara internasional. 

Kata korupsi, sebut Feri sibarani, berasal dari bahasa latin, corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

"Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam perbendaharaan Indonesia menja Korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, ' Jelasnya. 

Selanjutnya disebutkan olehnya, Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.

"Pengertian Korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan," Imbuhnya. 

Sementara itu, Feri Sibarani pun merinci Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi, agar seluruh masyarakat Indonesia dapat memahami, apakah tindakan Hendry Ch Bangun itu (Ketua PWI Pusat) dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi. 

"Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 adalah, Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya, " Katanya. 

Feri menyebutkan, Unsur-unsur itu antara lain, Melawan hukum baik formil maupun materil. Memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau korporasi. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.

Sementara ia juga mengemukakan Ciri-ciri Korupsi, yaitu selalu melibatkan lebih dari satu orang. Biasanya dilakukan dengan kerahasiaan. Melibatkan pihak yang saling menguntungkan dan menjaga kewajiban dan Oknumnya sering berasal dari pihak yang berkepentingan. Yang paling penting adalah tiap tindakan korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan.

 " Keseluruhan Unsur-unsur dan Ciri-ciri korupsi diatas hampir menyerupai apa yang sedang terjadi di tubuh pengurus PWI Pusat itu. Tapi untuk lebih jelas dan terpenuhinya asas praduga tak bersalah, maka kami dari PPDI meminta kepada Kejaksaan dan Kepolisian agar segera dapat mengusut hal ini secara profesional untuk demi keadilan dan kepastian hukum," Lanjutnya. 

Selain itu, menjawab pertanyaan wartawan terkait respon dan sikap para kepala Pemerintahan di Pusat dan Daerah yang kerap mengutamakan wartawan dan Media dari kalangan PWI, dalam memberikan fasilitas saat liputan dan kesempatan kerjasama publikasi, Feri Sibarani mengatakan hal itu sesungguhnya adalah tindakan diskriminasi dan tidak memiliki landasan hukum.

 "Nah, ini biang masalahnya selama hampir 3 Dekade ini. Kita juga kerap mengalami itu. Alasannya wartawan PWI katanya profesional, sudah ada sertifikat UKW utama dan terverifikasi perusahaan medianya. Padahal aturan itu dibuat secara sewenang-wenang, oleh Dewan Pers, tanpa melibatkan semua insan pers atau Organisasi Pers yang ada. Itukan sebuah penjajahan Kemerdekaan Pers dengan model baru di era reformasi ini. Anehnya semua Lembaga Negara Indonesia ini tunduk, seakan dicucuk hidungnya, " Jelas Feri. 

Mengakhiri pernyataannya, tak lupa Feri Sibarani yang kini sedang mempersiapkan buku edisi pertamanya, hasil tulisannya tentang Pers dengan segudang permasalahannya di tinjau dari perspektif hukum Indonesia. 

Ia menghimbau kepada seluruh Kepala Pemerintahan di semua jenjang, mulai dari Presiden, Gubenur, Bupati/Walikota, hingga para kepala Desa, agar kembali kepada prinsip-prinsip bernegara yang Baik dan benar. Tidak bertindak diskriminasi kepada  wartawan, atau Media, hanya oleh karena aturan Dewan Pers atau Organisasi Pers lainnya. Tetapi harus tunduk pada Undang-Undang Pers, sebagai ketentuan yang telah disepakati oleh Negara. 

 "Peristiwa di PWI Pusat ini menjadi Cambuk bagi Dewan Pers, PWI, Pemerintahan di seluruh Indonesia, termasuk seluruh Kementerian dan Lembaga Negara. Para BUMN/BUMD, yang selama ini kerap " Mendewakan " Wartawan dari PWI atau aliansi Dewan Pers. Inilah buktinya.. Ini baru yang kita ketahui. Saya juga berharap Kejaksaan dan Kepolisian atau KPK dapat memeriksa seluruh PWI di Indonesia, karena tidak rahasia umum lagi, organisasi ini kerap disebut selalu aktif dan rutin mendapatkan fasilitas dan anggaran dari APBD dan APBN, " Pungkasnya.    ( Demak Siburian)

Sumber: Siaran Pers PPDI Pusat.

Editors Team